Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Kerajaan Pajang

sejarah kerajaan pajang

Asal Usul Kerajaan Pajang


Kerajaan Pajang banyak dimuat baik di dalam serat kandha maupun Babad Tanah Jawi.

Kerajaan Pajang erat kaitannya dengan Jaka Tingkir. Masa kecilnya bernama Mas Karebet, sebab pada saat lahirnya sedang diadakan pertunjukan Wayang beber di rumahnya.

Pada masa remaja ia bernama Jaka Tingkir, karena sepeninggal ayahnya ia dipelihara oleh janda di Tingkir.

Letak Tinggir di sebelah Selatan Kota Salatiga sekarang. Ada jalan kuno dari Tingkir ke Demak melalui Bringin kemudian Godong.

Rute ini dipergunakan pula oleh utusan VOC pada 1620 dalam rangka mengunjungi Ibu kota Mataram di Kartasura.

Jaka tingkir sebagai raja dari Kerajaan Pajang juga dimitoskan sebagai pahlawan yang berkuasa atas masyarakat buaya (bajul) seperti halnya kakek nya, Jaka Sengara, yakni raja Andayaningrat dari Pengging.

Banyak cerita yang hebat-hebat tersebar luas. Pejuang muda ini kemudian mengabdi ke Keraton Demak sebagai prajurit tamtama.

Karena perkawinanya dengan Putri Sultan Trenggana ia pun dapat memasuki kehidupan keluarga istana.

Meskipun bagi Sultan Demak semula tidak jelas benar bahwa Jangka Tingkir berasal dari keluar Raja Pengging,

tetapi terbukti kemudin bahwa Sultan Demak menetapkan dia untuk berkedudukan di Pajang.

Menurut babad, kemudian kerajaan di Pajang ini dibangun menurut gaya arsitektur Keraton Demak.

Setelah wafatnya Sultan Trenggana, maka terjadilah kekacauan akibat perebutan tahta antara calon pengganti Sultan Trenggana.

Para pengganti Sultan Trenggana adalah Pangeran Prawoto, anak Sultan Trenggana dan Pengeran Seda Ing Lepen, adik Sultan Trenggana.

Dalam pertikaian ini Pangeran Seda Ing Lepen mati terbunuh dan Pangeran Prawoto beserta keluarganya mati dibunuh oleh anak pangeran Seda Ing Lepen, Arya Penangsang.

Arya penangsang terkenal sebagai orang yang sangat kejam. Untuk dapat merebut tahta Kerajaan Demak, maka ia harus mengalahkan menantu Sultan Trenggana, Adiwijaya.

Pada masa ini, Adiwijaya kedudukannya adalah sebagai adipati Pajang. Akhirnya atas bantuan beberapa adipati, Adiwijaya berhasil membunuh Arya Penangsang.

Setelah berhasil membunuh Arya Penangsang, maka pada tahun 1568, Adiwijaya memindahkan atribut-atribut Kerajaan Demak ke Pajang,

Pengesahan Adiwijaya sebagai Sultan pertama di Kerajaan Pajang, maka ia diberi gelar dengan Sultan Adiwijaya.


Suatu hal lagi yang perlu diperhatikan, bahwa didirikannya Kerajaan Pajang oleh Adiwijaya juga mendapat tantangan dari Sunan Kudus,

karena Sunan Kudus tidak mau aliran Islam yang dianut oleh Syekh Siti Jenar hidup kembali.

Model Islam yang dianut oleh Syekh Siti Jenar adalah model Islam Pedalaman yang merupakan sinkritisme dari ajaran Islam dengan budaya Jawa.

Ajaran Islam yang dianut oleh Syekh Siti Jenar adalah ajaran Wahdatul wujud.

Kesultana Pajang  yang didirikan oleh Sultan Adiwijaya tidak mudah mendapatkan pengakuan dari adipati-adipati yang setia pada Kerajaan Demak.

Gresik dibawah pimpinan Sunan Giri Perapen ( Sunan Giri IV  ) dan Sedayu, Surabaya dan Pasuruan dibawah pengaruh Pengaren Langgar, menantu Sultan Tranggana,

pada mulanya tidak mau mengakui  Pajang sebagai Kerajaan tertinggi di Jawa.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, akhirnya pengaruh Pangeran Langgar mulai memudar, terutama setelah keluarnya fatwa dari Sunan Giri Perapen,

bahwa untuk menghindari pertumpahan darah, maka lebih baik bersatu dibawah pimpinan Kerajaan Pajang.

Setelah daerah-daerah diatas, maka daerah Tuban, Pati, Pemalang, Madiun, Demak dan Mataram ikut pula mengakui Kerajaan Pajang.

Khususnya wilayah Demak sendiri, setatusnya berubah menjadi kadipaten yang dipimpin oleh seorang adipati yatu, Arya Pangiri, anak dari Pangeran Prawoto (cucu Sultan Trenggana).

Akhirnya Kerajaan Pajang tampil sebagai pewaris Kerajaan Demak yang mendapatkan pengakuan dari berbagai adipati di Jawa Tengah dan Jawa Timur.


Nama-nama Raja Kerajaan Pajang


Raja pertama adalah Hadiwijaya pendiri kerajaan Pajang itu sendiri.

Yang kedua adalah Arya Pangiri anak angkat sekaligus menantunya yang awalnya memimpin Demak.

Yang ketiga adalah pangeran Benawa anak kandung Hadiwijaya yang kemudain merebut  kekuasaan dari tangan Arya Pangiri.


Perkembangan Kerajaan Pajang


Aspek Sosial Budaya


Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh .

Pada pemerintahan Sultan Hadiwijaya dunia kesusastraan serta kesenian yang semula sudah berkembang

di Demak dan Jepara perlahan-lahan mulai menyebar di pedalaman selaian kesusastraan yang menyebar pedalaman agama islam juga memberikan pengaruh yang kuat dipedalaman dan pesisir pantai.

Aspek Ekonomi


Pindahnya pusat Kerajaan Demak ke Pajang sangat mempengaruhi pola penyebaran dan perekonomian Islam di Jawa.

Kerajaan Demak adalah Kerajaan Islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya maritim dan sangat bersemangat dalam memerangi Portugis.

Sedangkan Kerajaan Pajang adalah Kerajaan Islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya agraris, karena secara geografis Pajang jauh terletak di pedalaman Jawa.

Tanahnya yang subur didukung sungai bengawan Solo menjadikan Pajang sebagai lumbung beras pada abad 16-17 di tambah dengan memanfaatkan sungai bengawan solo, Pajang bisa mengekspor beras ke luar.

Kemajuan pertanian itu tidak terlepas karena pajang yang terletak di Datarann Rendah tempat bertemunya sungai pepe dan sungai dengkeng,

kedua sungai tersebut berasal dari sumber mata air dari lereng gunung merapi dengan bengawan solo sehingga irigasi berjalan lancar dan pertanianpun mengalami kemajuan yang pesat.

Pada masa kejayaan Demak, pajang sudah melakukan eksport beras melalui perniagaan bengawan solo.

Melihat lumbung padi yang begitu besar Demak ingin menguasai pajang dan juga mataram kerana lumbung padinya untuk membentuk negara yang agraris maritim yang ideal.

Aspek Politik


Pada masa Kerajaan Demak wali sanga berperan sangat penting karena mereka ikut membangun dan mendirikan kerajaan Demak tersebut bahkan mereka ikut menentukan kebijakan politik demak.

Tetapi setelah masa kerajaan Pajang peran wali sanga masih dibutuhkan tetapi tidak terlalu kental.

Dalam berita dikabarkan bahwa Sunan Kudus terlibat dalam pembunuhan Sunan Prawata yang yang dibunuh oleh Arya Panangsang.

Setelah terjadi perselisihan antara Aryapenangsang dan Hadiwijaya dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh Wali sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua.

Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak. Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri .

Mereka hanya mengamati semua yang terjadi dan mereka hanya berkata “sing becik ketitik sing olo ketoro”.

Baca Juga :

Post a Comment for "Sejarah Kerajaan Pajang"